Langsung ke konten utama

Amel (Melodi Isi Hati)



            Decitan burung telah berbunyi. Asap dari tungku belakang rumah sudah menggebu-gebu. Jam pun telah menunjukan pukul 6 pagi. Hari ini adalah hari yang terberat untuk Amel. Ia harus kembali ke dunia nyata untuk melakukan segala aktivitasnya. Seperti biasa, ia harus membantu membantu aktivitas membersihkan rumahnya tiap pagi. Secangkir kopi hangat untuk hidangan ayahnya pun tak luput ia sajikan. Ibunya sedang meracik masakan di tungku belakang rumah. Rupanya ibu sedang berpuasa sunah. Ia tidak ikut berpuasa karena ibu tahu, ia tidur terlarut malam. Kondisinya tidak terlalu fit untuk melakukannya.
            Entah mengapa beberapa hari ini ia merasa kondisinya sangat buruk. Ia takut untuk bersosialisasi kembali. Sudah beberapa hari ini ia rehat sejenak. Bukan karena disengaja, melainkan karena memang jadwal yang kosong ia sempatkan untuk berdiam diri di rumah. Ia bahagia bisa di rumah melihat keluarganya berkumpul semua. Ada ayah yang selalu memberikan humor disetiap perbincangannya. Ada ibu yang selalu bercerita tentang kejadian belanja sayur, dan sebagainya. Ada adiknya yang selalu bikin ibunya naik darah karena setiap belajar dengan omnya tidak pernah serius. Hal inilah yang ia rindukan setelah ia jarang ada waktu dan setiap ada waktu luang ia habiskan bertemu teman yang lamanya.
            "Bu, aku takut bu. Bagaimana aku harus menghadapinya?", batin Amel menggerutu. Ia sudah tidak kuat untuk melangkahkan kaki keluar rumah. Ia takut, ingin menceritakan pada ibunya apa yang sedang ia rasakan. Tapi, ia tidak tega menambah beban pikiran ibunya. Sejauh ia melangkah, rumah adalah tempat ia kembali untuk berpijak. Sebaik-baiknya ia menemukan teman, keluargalah yang jauh lebih baik.
            Terlihat ibu sedang sibuk memindai panci dengan kedua lap di tangannya. Ia hanya mampu menatap di jendela kamarrnya. Ingin menangis rasanya, namun ia sadar, ia takkan mampu melukai hati ibunya. "Ayaah.. Aku ingin berada di sampingmu. Aku merasa aman bila bersamamu", jeritan hati Amel semakin tidak kuasa saat ia membukakan pintu pagar untuk ayahnya yang pergi bekerja.
            Amel pun bergegas untuk berangkat menjalani aktivitasnya. Apapun yang terjadi hari ini, nanti, atau sekarang, ia harus menghadapinya. Padahal ia punya banyak teman. Tapi, ia selalu merasa sendiri. Ia berpikir, teman-teman yang berada padanya itu hanya semu. Mereka ada karena ada perlu. Ya, perlu dan membutuhkan sesuatu. Terkadang Amel juga melakukan hal seperti itu. Karena ia merasa, sendiri jauh lebih baik. "Lihatlah, mereka semua memakai topeng. Mereka semua aktor dan aktris yang hebat bukan? Mereka jago sekali memerankan peran seperti itu", Amel mengeluh ketika melihat sekumpulan teman-temannya.
            Tak peduli lingkungan sekitar harus membicarakannya. Yang terpenting ia harus menutup telinga dari mereka semua. "Aku tidak bisa seperti ini terus. Aku bisa gila!", hatinya terus bergejolak bagaikan terhasut oleh bisikan setan. Melihat tingkah mereka semaunya. Melakukan apapun bila ia tidak mengikutinya Tapi ia harus tahan dengan semua ini untuk sesaat. Ya, sesaat bukan selamanya. Selamanya..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STORY TELLING-MU

Waktu tak pernah lelah Menyaksikan perubahan kita Kau semakin kuat pada prinsipmu Aku yang terus mencoba menjaga diri Agar kelak kita bertemu dengan keadaan yang tepat Tatapanmu yang sendu Garis wajah mu yang menukik Pola pikirmu yang kian panjang Pertanda kau kian dewasa Mendewasakan diri dan orang Orang yang kan kau ajak dalam proses hidupmu Menjadi bagian dan arti dalam setiap prosesmu hingga nanti Kata orang, yang diajak untuk bercerita tentang masa depan Belum tentu kan bersama dan menyatu Tapi ku suka, menjadi bagian story telling mu Ku suka akan setiap pemikiranmu Mungkin, sekarang kita hanya menjadi teman bercerita Teman berproses tanpa arah yang pasti Kelak nanti, kita sama-sama tidak mengetahui Dengan siapa aku dan dirimu bersanding Jika pada akhirnya kita tak bersama sesuai Di  Lauhul Mahfudz Apa bisa kita saling bercerita Mengenai analogmu Dan proyeksi rasaku?

HUSNUL KHOTIMAH YA

Gue selalu takut ketika bahagia. Bukan rasa syukur yang pertama kali gue ucap. Tapi ketakutan setelahnya apa yang sedang menunggu gue diujung sana? Beberapa waktu terakhir gue memang merasakan bahagia. Entah itu semu atau sesaat. Walaupun setelah itu, tubuh gue merasa lelah. Tapi gue bahagia. Sekarang, rasa sedih itu memuncak. Gak tau hal pasti apa yang gue sedihkan. Apakah karena komunikasi gue dengan keluarga semakin a lot? Atau gue merasakan kehilangan teman dekat gue? Sehingga posisi itu kosong? Setelah gue mendengarkan coveran dari Wonwoo dari lagunya IU. Barulah gue bisa menitikan air mata meski gak banyak. Setidaknya, ada emosi yang meluap dari tubuh ini. Baru gue sadari, gue kangen sama Almarhum. Terlalu banyak hal yang ingin gue tanyakan. Bahkan hal-hal yang belum sempat gue tanyakan. Gue pun sering lupa menanyakan kabarnya. Malah Almarhum yang sering menanyakan kabar gue. Dan sekarang gue merasa kosong. Merasakan kehilangan separuh jiwa, panutan gue. Amanahnya sering

HALO! REMINDER TO MY SELF :)

Halo, apa kabar diriku di sana? Aku harap, kamu tetap baik-baik saja ya. Mampu bertahan, serta berbuat baik tanpa merasa disakiti oleh siapapun. Ah ya, sekarang sudah memasuki bulan Agustus 2022. Masa di mana akan ada ujian lagi yang akan menghampiri aku di bulan depan. Kalau kamu bertanya apa yang berubah dalam hidupku di masa ini, mungkin ada beberapa yang bisa ku sampaikan. Pertama, di tahun ini aku banyak dapat keponakan lucu-lucu. Teman-teman ku banyak yang melahirkan di tahun ini. Kedua, teman seangkringan dan juga om ku yang akan melepaskan status single-nya. Selamat ya guys! Asli, turut berbahagia 🥺 Aku? Hm.. Mungkin kalau sesuai planning seharusnya aku sudah menjemput kebahagiaan. Entah mengapa, rasa ketakutan akan menjalin dan membina hubungan itu semakin besar. Bisa jadi karena faktor lingkungan yang membuatku belajar semakin banyak. “Kalau nanti, begini gimana?” “Kalau nanti dijahatin, gimana?” “Kalau ternyata ekspetasi dia sangat tinggi terh