Setiap manusia
dilahirkan atas rasa cinta dan kasih sayang. Begitu pun cara orang tuaku
merawat dan membesarkan ku sampai saat ini. Aku dilahirkan atas ikrar ibu dan
ayah ku sewaktu dipelaminan dulu. Ayah yang datang menemui orang tua ibu untuk
mendapat izin menikahi ibu ku. “Pria sejati akan datang menghampiri kami, bukan
kamu ndah. Karena pria sejati tidak akan pergi membawa kamu tanpa seizin orang
tuamu”, begitulah kata ibuku.
Usia ku sudah memasuki
tahapan remaja akhir dan dewasa awal. Usia yang sangat rawan bagi kedua orang
tua ku. Ayah terlalu takut jika aku pulang larut malam bersama teman pria,
terlebih jika ayah tidak mengenal sebelumnya. “Kamu boleh berteman dengan siapa
saja, tapi ingat kodrat mu itu adalah perempuan. Pulang jangan larut malam,
jika pulang terlambat tolong kabari orang rumah. Dimana pun kamu berada,
sholatlah yang paling utama”, itulah pesan ayah yang selalu ku ingat sejak
duduk dibangku sekolah.
Saat ini aku sudah
menduduki bangku kuliah, yang dimana pergaulannya itu sangat rentan terhadap
hal-hal negatif. Apalagi jurusan kuliah yang aku ambil ini tidak mengenal
waktu. Pernah ada suatu kejadian yang belum lama terjadi. Menjelang UAS kami
disuruh membuat film yang terdiri 5 orang. Tapi kelompok ku ini hanya terdiri
dari 4 orang dan kami semua adalah perempuan. Yang membuat orang lain serta
dosen menganggap kami sebelah mata dan menertawakan. Tapi kami tidak patah
semangat, karena hasil yang kami buat orisinil dan kami akan membuktikan pada
mereka semua.
Rabu, 6 januari 2015
pukul 21:00 di Mcd dekat kampus. Aku janjian dengan dosen penyutradaraan. Ya,
aku tidak sendiri. Aku di temani sutradara kelompok lain (sebut saja Arimbi). Waktu
terus berlalu, dosen ku telat hingga 1 jam. Setelah bedah film bersama, aku
pulang tiba dirumah pukul 24:00. Ayah udah menunggu di teras rumah dan
memarahiku. Ibu pun menjelaskan bahwa, “ayahmu marah karena kamu perempuan,
takut kamu dibunuh tengah jalan. Marahnya ayahmu itu pertanda dia sayang kamu. Istirahatlah,
selesaikan tugasmu besok hari. Fokuslah pada kuliahmu, hindari pacaran”.
Mendengar ucapan ibu,
mengingatkan ku pada janji ku sendiri. Aku pernah berjanji pada diri ku di awal
tahun 2014. “Aku hanya ingin kuliah, membuat mereka bangga padaku. Jangan buka
hati untuk orang lain”. Tetapi aku mengingkarinya, datang beberapa orang yang
mencoba mendekat tapi hanya satu yang berhasil membukanya. Namun, setelah semua
yang dilakukannya, janji-janji dan semua mimpi-mimpi itu selalu hadir membuat
ku selalu bertanya pada diri ini. Diam ku selama ini bukan karena aku marah,
dibilang kecewa pasti aku kecewa. Tapi aku ini bukan tipikal orang yang bisa
ungkapin semua rasa sayang ku. Aku hanya bisa diam. Melihatnya dari kejauhan,
ya sangat jauh..
Aku tidak berani menghubunginya
terlebih dulu, aku hanya berharap dia yang akan menghubungi ku. Saat dia hadir
dalam mimpi ku, ya aku merasa dia pasti merasakan hal yang sama. Jika suatu
saat di pertemukan kembali seperti dalam mimpi, aku akan menceritakan semua
padanya. tapi, jika dia sudah mendapatkan yang lebih baik, aku bersyukur. Maka masih
ada yang menjaga dia untuk menemani hari-harinya.
Tapi untuk saat ini aku
mencoba bangkit menerima kenyataan dan menata hidup lebih baik lagi. Menepis semua
rasa trauma yang telah terjadi. Aku akan mencoba menepati janjiku ditahun
kemarin. Aku yakin, Allah akan menolong umatnya dengan cara yang berbeda-beda
meskipun cara itu sakit.
Komentar
Posting Komentar